Seni di Ambang Punah, Theo Yepese Desak Pemerintah Hidupkan Kembali Jiwa Budaya Papua

Theo Yepese, Yospan bukan tari tradisi atau kreasi, tapi jiwa pergaulan orang Papua. Kamis, 10/7/2025 (Foto; Dani)



SENTANI | Suaracycklops.com – Lomba tari Wasisi dan Yospan yang digelar di lapangan upacara Kantor Bupati Jayapura tidak hanya menjadi ajang seni, tetapi juga momentum refleksi penting bagi eksistensi seni budaya Papua. Ketua juri lomba, Theo Yepese, menegaskan bahwa tari Yospan adalah bagian dari identitas sosial orang Papua yang tidak boleh disalahartikan.

“Yospan itu bukan tari tradisi, bukan juga tari kreasi. Yospan adalah tari pergaulan khas tanah Papua. Ini adalah ruang interaksi sosial, bukan tari percintaan,” tegas Theo usai penjurian lomba.

Menurutnya, Yospan bisa ditarikan oleh siapa saja—pria, wanita, anak-anak, dalam kelompok sejenis maupun campuran—dan yang membedakannya adalah busana yang digunakan, yaitu busana keseharian, bukan kostum pentas atau tari tradisional.

Seni Harus Dijalankan Secara Serius, Bukan Asal-asalan

Dalam penilaian lomba, Theo menyoroti pentingnya materi penari, kekuatan musik pengiring, busana yang sesuai, serta proses latihan yang berkelanjutan.

“Kalau kita mau hasil bagus, jangan asal. Materi penarinya harus diperhatikan—jangan dicampur yang besar kecil tanpa konsep. Musiknya juga harus kuat, lagunya harus punya karakter Papua. Bahkan warna busana pun harus mendukung, merah dan kuning lebih hidup di panggung daripada biru gelap,” paparnya.

Theo juga menegaskan bahwa musik adalah nafas dari tari. Banyak peserta dinilai kurang menghayati kekuatan musikalitas dalam koreografi mereka.

“Banyak yang asal main musik. Akibatnya, tidak ada sentuhan emosional. Tari itu bukan hanya konfigurasi gerak, tapi harus punya dinamika, seperti kehidupan—ada suka, duka, tawa, dan rasa. Harus ada rasa itu,” ungkapnya.

Tari Sebagai Jalan Hidup, Bukan Sekadar Lomba

Theo juga menekankan bahwa latihan dan berkesenian tidak boleh berhenti di panggung lomba saja. Menurutnya, tari adalah ladang pekerjaan yang jika digarap serius bisa menopang kehidupan.

“Jangan menari hanya karena lomba. Latihan harus terus-menerus. Dari situ kita bisa ciptakan lapangan kerja. Jangan juara terus-menerus itu-itu saja. Yang lain juga perlu ruang belajar dan kesempatan,” katanya.

Sebagai seniman senior yang sudah lama berkecimpung di dunia seni pertunjukan Papua, Theo berharap agar keberadaan seni tidak dipandang sebelah mata oleh pemangku kebijakan, terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 

“Harapan kami, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, bisa terus menghidupkan seni. Seni itu jati diri. Kalau tidak dijaga, lama-lama hilang. Sekarang saja sudah banyak yang di ambang punah,” tutupnya. (DanTop) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Pekerja Bangunan Ditembak di Kompleks Gereja GKI Imanuel Air Garam, Jayawijaya

"Jembatan Kali Biru Jadi Saksi: Serka Segar Maulama Gugur Ditembak OTK"

Sadis! Pria Tewas Dianiaya di Depan Asrama Koramil Hawai, Pelaku Langsung Kabur